Radar Istana.Jakarta Program PKK menjadi asa baru bagi para lulusan SMA/SMK yang gagal melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.Demikian...
Radar Istana.Jakarta
Program PKK menjadi asa baru bagi para lulusan SMA/SMK yang gagal melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.Demikian disampaikan
Pendiri dan CEO OTC Bali, I Wayan Rediyasa.
Di Denpasar, Senin (16/10/2023) - Gagal melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tidak mengagetkan Rastika. Pemilik nama lengkap I Wayan Rastika itu hanya bisa ikhlas, ketika mengetahui perekonomian keluarganya tak cukup mampu untuk membiayai pendidikannya.
Rastika tumbuh besar sebagai anak broken home, usai kedua orang tuanya berpisah ketika dirinya menginjak kelas 4 sekolah dasar (SD). Setelah itu, dia memilih tinggal bersama kakek-neneknya hingga sekarang.
Seiring waktu berlalu, kakek dan nenek Rastika mulai menua. Tak pelak, roda perekonomian keluarganya tak lagi sekencang dulu, sehingga dirinya harus mengubur dalam-dalam rencana berkuliah. Apalagi, sang kakek hanyalah seorang buruh bangunan.
"Kakek bekerja sebagai pemborong bangunan, hanya bekerja ketika ada job (pekerjaan, Red). Kalau tidak, biasanya berladang sebagai petani. Nenek juga kerja jadi petani. Semakin lama saya tidak ingin membiarkan mereka bekerja terus, apalagi kakek sudah berusia 60 tahun," tutur Rastika saat ditemui di sela-sela press tour Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) beberapa waktu lalu.
Untuk membantu keluarga, pemuda asal Desa Batur, Kintamani itu ikut melakoni pekerjaan sebagai buruh bangunan, pasca dirinya lulus dari sekolah menengah kejuruan (SMK) tahun lalu. Namun, asanya melanjutkan pendidikan tidak serta-merta pupus.
Semesta mendukung, tahun ini Rastika berhasil lulus dalam Program Pendidikan Kecapakan Kerja (PKK) Direktorat Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek). Dia berkesempatan merasakan memperoleh pengalaman bekerja di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Overseas Training Center (OTC) di Denpasar, Bali.
Rastika menyimpan harapan besar dari OTC Bali yang kini sedang naik daun sebagai lembaga vokasional terbaik di Pulau Dewata. Dia kelak ingin bekerja di luar negeri untuk memperbaiki perekonomian keluarganya.
"Saya ingin coba apply ke kapal pesiar dan saya cukup percaya diri karena Bahasa Inggris saya cukup bagus. Setelah lulus, saya ingin kerja di Taiwan maupun negara-negara lainnya," kata Rastika.
Dari Buruh Sayur hingga Tukang Jahit
Pengalaman serupa juga dialami Luh Sukeni Febriyanti. Perempuan asal Desa Tegallingah, Buleleng ini tamat pada 2021 lalu dan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena keterbatasan ekonomi.
"Sudah vakum dua tahun," kata Febriyanti.
Febriyanti lalu memutuskan membantu ibunya sebagai buruh sayur. Lain waktu, ibunya bekerja sebagai buruh cengkeh. Maklum, ibu Febriyanti menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga, karena sang ayah sakit yang membuatnya tidak bekerja.
"Selama setahun saya jadi buruh sayur, karena perekonomian orang tua tidak mampu jika saya kuliah. Jadi saya tidak bisa memaksa untuk berkuliah," tutur dia.
"Pendapatan ibu juga cuma Rp50-60 ribu per hari. Itu tidak cukup untuk hidup kami bertiga, makanya kadang ibu juga ikut borong bangunan," imbuh dia.
Setahun bekerja membantu ibu bekerja, Febriyanti memilih merantau ke Kota Denpasar untuk tinggal dengan kakaknya. Di sini, dia melakoni pekerjaan sebagai tukang jahit. Namun, pekerjaan ini tak berlangsung lama, karena Febriyanti membulatkan tekadnya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Karena itu, Febriyanti mendaftar dalam program PKK di OTC Bali. Keputusan ini direstui oleh orang tuanya, kendati tetap saja tidak bisa memberikan bantuan pembiayaan yang cukup.
"Ibu cuma bisa memberikan biaya makan," ucap Febriyanti menirukan kalimat yang disampaikan ibunya ketika lulus PKK. Febriyanti mengiyakan dan hanya berharap dukungan penuh.
Kini, Febriyanti punya harapan besar dari PKK di OTC Bali. Dia ingin mengumpulkan uang dari magang dan kesempatan bekerja di luar negeri, supaya kelak bisa membuka usaha sehingga ibunya tidak perlu lagi bekerja kepada orang lain.
Pendiri sekaligus CEO OTC Bali, I Wayan Rediyasa, menyebut tahun ini pihaknya telah menyerap 40 peserta didik dari program PKK. Mereka akan mendapatkan studi selama empat hingga lima bulan secara gratis, sebelum menjalani program magang di Taiwan selama enam bulan.
"Sudah empat kali kami diberikan kepercayaan oleh pemerintah untuk program PKK. Pemerintah bersama OTC Bali membuat kesepakatan bahwa kami mampu untuk menempatkan mereka ke luar negeri, sehingga pemerintah memberikan beasiswa selama empat kali," terang Redi.
OTC Bali memiliki kemitraan dengan 300 hotel berbintang di Taiwan. Tak heran, lulusan LKP ini mendapatkan perhatian lebih dari industri, sebab mereka sudah memiliki standar kompetensi yang dibutuhkan. Sehingga, OTC Bali kerap kali kewalahan memenuhi kebutuhan industri.
"Anak-anak yang datang dari Taiwan ketika kami ajukan kapal pesiar dan hotel di Doha dan Dubai, ketika dilihat punya sertifikat sudah pernah magang di Taiwan, mereka diinterview tidak banyak lagi. Mereka sudah tahu standar dan kualitas anak-anak," ungkap Redi.
Adapun gaji yang diperoleh juga cukup menggiurkan. Rata-rata, peserta didik yang masih magang mendapatkan Rp10 juta per bulan, sehingga bisa mengumpulkan total Rp60 juta ketika kembali ke Indonesia.
Karena itu, dia menyambut positif program pemerintah menyediakan ruang bagi anak-anak kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan di OTC Bali, sebagai penyambung asa memperoleh pekerjaan yang layak.
"Mereka kebanyakan orang-orang yang cita-citanya tinggi tapi belum berkesempatan kuliah. Semoga ke depan dari kementerian selalu ada program berikutnya sejenis ini terus dilaksanakan agar bisa membantu anak-anak yang kurang mampu," tutup Redi
(Zulham Daeng)
COMMENTS