Radar Istana.Bandung - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian da...
Radar Istana.Bandung -
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) terus melaksanakan penertiban tata ruang sesuai aturan. Seperti yang dilakukan saat ini, Kementerian ATR/BPN sedang merevisi dan menyempurnakan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) yang sebelumnya telah ditetapkan pada delapan provinsi.
Sebagai informasi, penetapan LSD ini tertuang dalam Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN No. 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang LSD pada delapan provinsi. Kedelapan provinsi tersebut meliputi Sumatra Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Langkah penyempurnaan Peta LSD ini kemudian ditindaklanjuti dengan sosialisasi guna memverifikasi penetapan perubahan peta, termasuk di Jawa Barat.
"Kegiatan ini diadakan antara lain adalah untuk memverifikasi penetapan perubahan Peta LSD tersebut," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) PPTR Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang dalam rangkaian kegiatan Sosialisasi Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja Bidang Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang. Kegiatan tersebut berlangsung di Ballroom Hotel Aryaduta Bandung, pada Kamis (15/09/2022).
Lebih lanjut, Budi Situmorang menegaskan konsistensinya terhadap peraturan yang ada. Untuk informasi syarat LSD yang tidak bisa dipertahankan, yaitu (1) terdapat bangunan atau urukan tanah yang menutupi LSD; (2) LSD relatif sempit (<5000 m2) terkurung bangunan; (3) terdapat rencana Proyek Strategis Nasional terbaru di atas LSD; (4) terbit izin dan Hak Guna Bangunan/Hak Guna Usaha/Hak Pakai/Hak Pengelolaan Non Sawah dan PTP non sawah di atas LSD; (5) kepentingan nasional lainnya seperti bencana alam, perubahan wilayah; (6) rencana pengembangan wilayah, Rencana Tata Ruang dalam tiga tahun ke depan.
"Artinya, jika memang ada yang mengajukan ingin membangun bangunan di LSD, harus ada salah satu dari syarat di atas. Jika tidak, maka akan tetap menjadi LSD. Banyak oknum yang mendatangi Ditjen PPTR meminta izin LSD untuk dibangun bangunan, namun nyatanya data yang mereka punya tidaklah cukup, seperti anggaran, apa yang akan dibuat, tahun berapa, atau tidak adanya yang memenuhi aturan di atas,” ungkap Budi Situmorang.
Pada sosialisasi tersebut, Budi Situmorang juga menguraikan masalah apa saja yang sering terjadi pada masyarakat mengenai tata ruang. Nyatanya, hal itu terjadi dikarenakan banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui betul, apa itu tata ruang. Sebagian besar masyarakat hanya tahu bahwa tata ruang adalah sebuah perencanaan, padahal menurut Budi Situmorang, tata ruang tidak hanya itu, melainkan terkait pemanfaatan dan pengendalian ruang.
Budi Situmorang juga mengimbau agar masyarakat terutama investor, untuk mengetahui fungsi tata ruang. Sehingga nantinya jika sudah mengajukan pembangunan, lahan tersebut tidak disia-siakan. “Pesan saya, perkaya ilmu tata ruang. Dan untuk para investor, buktikan dengan data-data jika ingin melepaskan LSD," pesannya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang, Bambang Tirtoyuliono menyatakan bahwa pemerintah daerah turut mendukung kebijakan LSD. "Kebijakan sawah dilindungi adalah bentuk kepedulian pemerintah terhadap pangan, untuk itu saya sangat mendukung kelestarian Lahan Sawah yang Dilindungi,” ujarnya.
Sebagai informasi, turut hadir dalam kegiatan sosialisasi ini, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat, Yagus Suyadi; Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat, Dalu Agung Darmawan; serta para peserta yang terdiri seluruh Kepala Kantor Pertanahan se-Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
(Zulham Daeng)
COMMENTS